[1998]
Bertanbahnya
usia bukan berarti kita paham segalanya.
Pohon
besar tumbuh mendekati langit dan menjauh tanah. Ia merasa telah melihat segala
dari ketinggiannya. Namun masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu
masih kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu
bagaikan kereta raksasa dan setete
s embun seolah bola kaca dari surga, tatkala
ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik?
Waktu
kecil dulu, kupu-kupu nasih sering hinggap di pucuknya. Kini burung besar
bahkan bersangkar di ketiaknya. Kawanan kelelawar manggantungi buahnya. Namun
jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya,
karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu lagi.
Setiap
jenjang memiliki dunianya sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah
tinggi. Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lebih
mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala
tahu.
Dapatkah
kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil atau yang digejolakkan
anak belasan tahun seiring dengan kecepatan zaman yang melesat meninggalkan?
Karena kita tumbuh ke atas tapi masih dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh
ke dalam dan tak bisa terlalu jauh kesamping. Selalu tercipta kutub-kutub
pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.
Jembatan
yang rendah hati, bukan kesombongan diri.
Anda Baru saja membaca artikel tentang Jembatan Zaman dan anda bisa menemukan artikel Jembatan Zaman ini dengan url http://tokoyagis.blogspot.com/2013/07/jembatan-zaman.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Jembatan Zaman ini bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Jembatan Zaman sumbernya.
No comments:
Berkomentar dengan baik dan tidak ada istilah melecehkan dengan format mencemarkan nama baik,...