Saturday, 19 April 2014

DIAM [2000]




Malam memuram. Diammu menginfeksi udara dan membuat dunia sungkan bersuara. Dunia 4 x6 meter tempat kita duduk  berdua.
Lenganmu kautarik menjauh untuk merengkuh dirimu sendiri. Tidak apa-apa. Aku mengerti. Duka membuatmu demam, dibuka kedinginan tapi dibungkus dua pasang lengan bikin kamu keringatan. Bukan bearti saya tidak butuh kamu, dulu sekali memperingatkan.
Aku mengerti. Kesedihan selalu membawa pulang ke rahim ibu tempat engkau meringkuk nyaman sendirian padahal tidak. Ada dunia di sekelilingmu. Ada aku disampingmu. Tapi kamu mendamba rasa sendiri itu.
Diammu memapahku ke ujung
pertahanan. Dan akhirnya kutersedak oleh hampa. Tak satupun boleh menodai diammu. Telan napas itu. Bungkus dan simpan di kantong untuk nanti dilarutkan di sungai.
Lamat- lamat suara ramai membumbung. Merubung dunia 4 x6 meter tempat kita duduk berduka. Kudengar gerundel, kudengar gerutu, terkadang batuk, decak lidah, hingga teriakan yang membuatku gemetar. Terakhir terdengar isak pelan. Namun siluetmu masih diam sempurna.
Bagaimana mungkin kamu jadikan tubuhmu sangkar bagi perasaan? Bukankah perasaan kadang dari jasad ini? Dalam diammu, aku mendengar banyak suara. Diammu berkata-kata.
Tangismu yang tak terlihat merrobek ruang waktu dan menghampiriku dengan cara sendiri. Mari kusutkan air mata itu, kukecup keningmu halus, dan kutidurkan kepalamu diatas perutku yang hangat. Mari....
Kau dan aku hembuskan nafas. Tak lagi pengap. Tidak ada yang bergerak. Namun diam itu telah runtuh oleh diam.

No comments:

Add Comment

Berkomentar dengan baik dan tidak ada istilah melecehkan dengan format mencemarkan nama baik,...