Cara Membuat Boot Elf Dengan Mudah
Yagistar Kendal
Monday, 10 November 2014
Sunday, 27 April 2014
CETAK BIRU [1998]
Sewujud bangunan hadir di setiap kepala, tujuan yang
mendenyutkan nyawa ke dalam cetak biru. Satu demi satu mimpi tersusun rapi,
berlandaskan fondasi mantap, terekatkan semen yang kuat. Lalu bangunan itu
dilengkapi dan di genapi, sampai lahirlah utuh ke dunia materi.
Setiap kepala memiliki rancangan bermacam-macam, pilihan
bahan yang berbeda-beda. Ada yang bahagia dengan gubuk sederhananya, ada yang
baru terpuaskan dengan julangan menara.
SPASI [1998]
Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila
tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling
menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin
berdekatan, tapi ia tak ingin di cekik, jadi ulurlah tali itu.
LILIN MERAH [1998]
Ada kalanya kesendirian menjadi hadiah ulang tahun yang
terbaik. Keheningan menghadirkan pemikiran yang bergerak ke dalam, menembus
rahasia terciptanya waktu.
Keheningan menghapuskan kenangan, mengembalikan cinta yang
hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis keberhasilan dan indah kegagalan. Hening
menjadi cermin yang membuat kita berkaca- suka atau tidak pada hasilnya.
Saturday, 19 April 2014
CUACA [1998]
Cuaca bagi kami adalah metafora. Menanyakan cuaca menjadi
ungkapan yang digunakan saat masing –masing pihak meyimpan hal lain yang gentar
di utarakan.
“bagaimana cuacamu?”
“aku biru”
“aku kelabu.”
DIAM [2000]
Malam memuram. Diammu menginfeksi udara dan membuat dunia
sungkan bersuara. Dunia 4 x6 meter tempat kita duduk berdua.
Lenganmu kautarik menjauh untuk merengkuh dirimu sendiri. Tidak
apa-apa. Aku mengerti. Duka membuatmu demam, dibuka kedinginan tapi dibungkus
dua pasang lengan bikin kamu keringatan. Bukan bearti saya tidak butuh kamu,
dulu sekali memperingatkan.
Aku mengerti. Kesedihan selalu membawa pulang ke rahim ibu
tempat engkau meringkuk nyaman sendirian padahal tidak. Ada dunia di sekelilingmu.
Ada aku disampingmu. Tapi kamu mendamba rasa sendiri itu.
Diammu memapahku ke ujung
LARA LANA
Sederet angka mencuat dari kertas putih, menusuk mata Lana. Ada sebersih takjub juga ngeri. Seberantak angka yang susah dihafal mampu membongkar kenangan usang dan memberinya makna baru. Dia yang baru. Aku yang usang.
Ruang tunggu selalu memancing dilema dalam hatinya, tapi tidak pernah seperti ini. Lana betul-betul tergerak untuk menelepon. Mungkin karena Lana sudah tak yakin kapan akan kembali, akankah dirinya kembali.
Lana memencet empat angka pertama dari sepuluh digit yang tertera. Dadanya berdegup kencang sampai sakit rasanya. Bibirnya bergetar resah, mengantisipasi. Begitu te
Subscribe to:
Posts (Atom)